السلام عليكم و رحمة الله
Sewaktu menggelintar alam maya… secara tidak sengaja saya terjumpa satu nama yang pernah saya dengar sewaktu menuntut di Indonesia. Pada tanggal 19/8 yang lalu… kita telah berkongsi kisah bagaimana seorang hafiz tunanetra ( cacat penglihatan) dari Thailand iaitu Saudara Mohamad Islah Busakorn menjalani kehidupannya dengan mendalami dan menghafaz kalam suci al-quran. Pada kali ini saya ingin berkongsi satu lagi kisah iaitu kisah Ust. Awaluddin Batubara…. Seorang lagi hafiz tunanetra yang berasal dari Indonesia….. juga seorang pemuda gigih dan berjaya menghafaz al-quran walaupun secara fizikal… matanya tidak dapat melihat. Moga kisah kegigihan mereka ini dapat kita jadikan inspirasi dalam menjalani hidup. Paling penting… mereka ini senantiasa bersyukur dengan apa yang ada… kita pula bagaimana?.
-----------------------------------
Sewaktu menggelintar alam maya… secara tidak sengaja saya terjumpa satu nama yang pernah saya dengar sewaktu menuntut di Indonesia. Pada tanggal 19/8 yang lalu… kita telah berkongsi kisah bagaimana seorang hafiz tunanetra ( cacat penglihatan) dari Thailand iaitu Saudara Mohamad Islah Busakorn menjalani kehidupannya dengan mendalami dan menghafaz kalam suci al-quran. Pada kali ini saya ingin berkongsi satu lagi kisah iaitu kisah Ust. Awaluddin Batubara…. Seorang lagi hafiz tunanetra yang berasal dari Indonesia….. juga seorang pemuda gigih dan berjaya menghafaz al-quran walaupun secara fizikal… matanya tidak dapat melihat. Moga kisah kegigihan mereka ini dapat kita jadikan inspirasi dalam menjalani hidup. Paling penting… mereka ini senantiasa bersyukur dengan apa yang ada… kita pula bagaimana?.
-----------------------------------
Panca indera boleh buta, tapi mata hati harus berfungsi. Begitu kata-kata yang selalu digenggam dan dipegang kukuh oleh Ust Awaluddin Batubara. Buktinya, meskipun cacat penglihatan, beliau ini fasih membaca al-Quran. Bahkan bergelar hafiz sejak berusia 20-an. “Ana” menggunakan al-Quran huruf Braille untuk menjaga hafalan,” ujarnya.
Sejak kecil, beliau yang berkelahiran dari Padangsidempuan (Sumatera Utara, Indonesia) ini sudah cenderung kepada al-Quran. Ketika belajar di kelas III Sekolah Dasar ( Sekolah Kebangsaan) Awaluddin tak segan-segan ‘membohongi’ gurunya semata-mata ingin mendengar bacaan murattal kalamullah di radio.
Kadang-kadang pakai alasan buang air kecil atau cuci muka. Yang penting boleh keluar kelas. Entah apa sebabnya, hatinya selalu merasa terharu bila mendengar lantunan ayat-ayat Allah. Walaupun masih kecil, kadangkala sampai menangis terisak-isak apabila mendengar kalam Allah di baca. “Padahal “Ana” belum faham arti bacaannya,” kata beliau yang ramah ini.
Bulan Ramadhan menjadi saat yang ditunggu-tunggu. Dengan menjalankan ibadah puasa, hafalannya lebih terjaga. Ini kerana hati menjadi sabar dan jauh dari godaan nafsu. “Orang akan kesulitan menghafal al-Quran bila tidak bisa mengendalikan hawa nafsu,” ujar ust Awaluddin.
Dia juga rajin tadarus, menyemak bacaan orang lain, membaca ketika shalat, dan mengajarkan bacaan al-Quran kepada orang lain. Dengan rutin seharian sebegitu, Awaluddin rata-rata mampu mengulang bacaannya 3 juz per hari. Kalau Ramadhan? “Minimal dua kali lipatnya. Rasulullah kan memerintahkan kita untuk banyak tadarus di bulan suci,” katanya.
Matanya yang cacat itu lebih sering menangis. “Apalagi kalau saya membacanya sebelum sahur, ketika orang terlelap tidur, air mata ini seakan tumpah. Bukannya ana menyesali mata yang tidak berfungsi, tapi justeru sangat bersyukur karena Allah menganugerahi sebuah kelebihan yang tidak dimiliki banyak orang.”
Penglihatan Awaludidn mula hilang sejak anak-anak. Awalnya cuma kabur, tapi ketika duduk di kelas VI SD , penglihatannya benar-benar tak boleh berfungsi lagi. Apa boleh buat, hobinya yang sebenarnya gemar membaca ini terpaksa berhenti sekolah hanya beberapa saat sebelum ujian akhir.
Awaluddin semasa kecilnya adalah seorang anak yang cergas. Beliau kemudiannya memilih untuk masuk ke sebuah pesantren (pondok). Di sana hobinya untuk mendengar al-Quran dapat digunakan sepenuhnya. Lama-lama muncullah keinginannya untuk menjadi seorang hafiz. “Ustaz dan teman-teman di pasentren yang membantu membacakan ayat untuk ana.”
Dasar otaknya yang pintar, dalam waktu 5 tahun, hafalan 30 juz sudah tersimpan di kepala. Namun dia mulai dihinggapi kegelisahan, jangan-jangan hafalan itu suatu saat hilang karena matanya tak bisa membaca. “Hilangnya bacaan bagi seorang hafiz adalah suatu musibah,” ujarnya.
Maka pada tahun 1994 Awaluddin mengikuti pendidikan khusus untuk golongan cacat penglihatan di Jakarta. Setelah menamatkan pengajian, dia langsung diajak seorang sarjana lulusan Timur Tengah untuk membuka sebuah pesantren Tahfizh Quran di Lampung, Indonesia. Sukses merintis pesantren, Awaluddin lantas direkrut menjadi staf pengajar di Pesantren Husnayain Jakarta, sampai saat ini. Kelak, ayah dua anak ini ingin mendirikan pesantren tahfizh Quran di kampung halamannya. “Mohon doa,” pintanya.mengakhiri bicara.
Kadang-kadang pakai alasan buang air kecil atau cuci muka. Yang penting boleh keluar kelas. Entah apa sebabnya, hatinya selalu merasa terharu bila mendengar lantunan ayat-ayat Allah. Walaupun masih kecil, kadangkala sampai menangis terisak-isak apabila mendengar kalam Allah di baca. “Padahal “Ana” belum faham arti bacaannya,” kata beliau yang ramah ini.
Bulan Ramadhan menjadi saat yang ditunggu-tunggu. Dengan menjalankan ibadah puasa, hafalannya lebih terjaga. Ini kerana hati menjadi sabar dan jauh dari godaan nafsu. “Orang akan kesulitan menghafal al-Quran bila tidak bisa mengendalikan hawa nafsu,” ujar ust Awaluddin.
Dia juga rajin tadarus, menyemak bacaan orang lain, membaca ketika shalat, dan mengajarkan bacaan al-Quran kepada orang lain. Dengan rutin seharian sebegitu, Awaluddin rata-rata mampu mengulang bacaannya 3 juz per hari. Kalau Ramadhan? “Minimal dua kali lipatnya. Rasulullah kan memerintahkan kita untuk banyak tadarus di bulan suci,” katanya.
Matanya yang cacat itu lebih sering menangis. “Apalagi kalau saya membacanya sebelum sahur, ketika orang terlelap tidur, air mata ini seakan tumpah. Bukannya ana menyesali mata yang tidak berfungsi, tapi justeru sangat bersyukur karena Allah menganugerahi sebuah kelebihan yang tidak dimiliki banyak orang.”
Penglihatan Awaludidn mula hilang sejak anak-anak. Awalnya cuma kabur, tapi ketika duduk di kelas VI SD , penglihatannya benar-benar tak boleh berfungsi lagi. Apa boleh buat, hobinya yang sebenarnya gemar membaca ini terpaksa berhenti sekolah hanya beberapa saat sebelum ujian akhir.
Awaluddin semasa kecilnya adalah seorang anak yang cergas. Beliau kemudiannya memilih untuk masuk ke sebuah pesantren (pondok). Di sana hobinya untuk mendengar al-Quran dapat digunakan sepenuhnya. Lama-lama muncullah keinginannya untuk menjadi seorang hafiz. “Ustaz dan teman-teman di pasentren yang membantu membacakan ayat untuk ana.”
Dasar otaknya yang pintar, dalam waktu 5 tahun, hafalan 30 juz sudah tersimpan di kepala. Namun dia mulai dihinggapi kegelisahan, jangan-jangan hafalan itu suatu saat hilang karena matanya tak bisa membaca. “Hilangnya bacaan bagi seorang hafiz adalah suatu musibah,” ujarnya.
Maka pada tahun 1994 Awaluddin mengikuti pendidikan khusus untuk golongan cacat penglihatan di Jakarta. Setelah menamatkan pengajian, dia langsung diajak seorang sarjana lulusan Timur Tengah untuk membuka sebuah pesantren Tahfizh Quran di Lampung, Indonesia. Sukses merintis pesantren, Awaluddin lantas direkrut menjadi staf pengajar di Pesantren Husnayain Jakarta, sampai saat ini. Kelak, ayah dua anak ini ingin mendirikan pesantren tahfizh Quran di kampung halamannya. “Mohon doa,” pintanya.mengakhiri bicara.
والله اعلم
1 comment:
birkin bag
yeezy
louboutin
a bathing ape
balenciaga trainers
converse shoes
nike air max 2017
yeezy supply
curry 5
bape hoodie
Post a Comment